Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika bersama Pamong Institute menggelar Forum Grup Discussion (FGD) Kajian Pemekaran Kabupaten Dan Distrik Di Kabupaten Mimika. Discussion digelar, di salah satu Hotel, Jl Cenderawasih, Timika, Papua Tengah (30/09/2024).
Tujuan dari kajian pemekaran wilayah adalah sebagai alternatif solusi pemerataan pembangunan. Sesuai pasal 76 UU No. 2 Tahun 2021, pemekaran wilayah di Papua untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP) dengan memperhatikan aspek politik, administrasi, hukum, dan kesatuan sosial budaya, kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan yang akan datang dan aspirasi masyarakat.
Asisten I Sekretariat Daerah (Setda), Bidang Pemerintahan Dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mimika, Septinus Timang dalam pembacaan sambutan Pj Bupati mengatakan, pemekaran wilayah, baik Kabupaten maupun Distrik, merupakan langkah penting yang harus di dasarkan pada kajian yang matang dan komprehensif. Tujuan utama dari pemekaran ini adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, mempercepat pembangunan, serta menciptakan pemerintah yang lebih efektif dan efisien.
Lanjutnya, Pemerintah Kabupaten Mimika telah melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) awal tahun 2023 dengan tim pamong, dengan kajian yang di hasilkan 4 Distrik. Kemudian dilanjutkan pada tahun 2024 menjadi 2 Kabupaten dan 8 Distrik. Adapun output yang di harapkan, pemekaran segera terlaksana agar pelayanan pemerintah pada masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan dan keamanan lebih dekat.
“Kita menyadari bahwa proses pemekaran ini melibatkan banyak aspek, mulai dari kesiapan administrasi pemerintah, kapasitas ekonomi, hingga aspek sosial dan budaya masyarakat. Oleh karna itu, konsultasi publik seperti ini sangat penting untuk menjaring aspirasi dari berbagai pihak, terutama masyarakat yang nantinya akan langsung merasakan dampak dari kebijakan ini”. Ucapnya.
Lanjutnya, pemekaran tidak boleh dipandang semata-mata sebagai solusi cepat, melainkan harus melalui pertimbangan yang bijak, dan sesuai dengan kondisi riil dilapangan.
Seluruh pihak yang hadir dalam acara ini, baik dari Pemerintah, Akademisi, Tokoh Masyarakat, untuk dapat memberikan masukan dan pandangannya. Mari kita jadikan forum ini sebagai sarana untuk saling berdiskusi secara terbuka, konstruktif, demi kebaikan bersama. Ungkapnya.
Direktur Pamong Institute, Wahyudi Al-Maroky mengungkapkan ada tanggapan dari masyarakat yang mendukung terkait pemekaran, dan ada beberapa dari segi skor, dari beberapa variabel, ada yang memenuhi dan ada juga yang tidak memenuhi. Tetapi, kita ada beberapa alternatif untuk memenuhi aspirasi dengan mekanisme perundang-undangan dan aturan yang ada.
“Dari segi aturan umum tentu memang banyak tahapan yang harus dilalui. Tetapi, kalau kita mengikuti dasar Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Pasal 76 Ayat 2 itu, diberikan ruang untuk memekarkan wilayah-wilayah di Papua lebih cepat, supaya pelayanan pemerintahan lebih optimal, pembangunan pemberdayaan masyarakat Orang Asli Papua (OAP) bisa di tumbuh kembangkan. Itu menjadi kata kunci untuk kita gunakan sebagai landasan pemerintah, menggunakan kebijakan afirmasi mengambil kebijakan khusus. Karena memang ada Undang-Undang Khususnya”. Ungkapnya.
Lanjutnya, Nah, pintu itu yang selama ini belum kita gunakan, walaupun kita lihat ada 4 provinsi baru di Papua, dan itu menegaskan semua aturan yang ada di Republik ini, karena ada kekhususan dan kepentingan strategis nasional di tanah Papua. Kalau tidak ada faktor kebijakan itu, sulit sekali untuk bisa keluar dari dalam keterisolasian itu. Pemerintahan yang begitu panjang rentang kendalinya, biaya yang sangat besar, akan menyebabkan ketertinggalan yang semakin jauh. Ini harus kita carikan jalan keluar, tetapi jalan itu tidak melanggar aturan atau Undang-Undang.
“Harus ada terobosan, aturan yang ada digunakan menjadi jalan, tanpa harus menabrak aturan. Yang dipikirkan oleh tim pamong mencari jalan keluarnya, dan kita bisa menggunakan salah satu alasan yaitu adanya Pasal 76 di Undang-Undang Otsus, dan itu menjadi dasar, untuk kita mendorong pemekaran. Ucapnya.
Wahyudi juga mengatakan, Kita mengingatkan Pemerintah Pusat untuk melakukan kebijakan strategi nasional dengan pertimbangan, dengan pertimbangan-pertimbangan antropologi, sosiologi, keamanan, dan seterusnya, itu menjadi logika pemerintahnya, dan jalan, karena pemerintahan harus hadir di tengah-tengah masyarakat, untuk melakukan fungsi dan tanggungjawabnya.
Pemerintahan tidak begitu efektif kalau hanya sebatas Kecamatan, atau Distrik. Distrik anggarannya berapa, kalau dia jadi Kabupaten, bisa ratusan miliar, otomatis bisa bikin jalan, bisa untuk bantuan masyarakat, oleh karena itu harus dipikirkan, kalau kita tunggu skornya sampai cukup tanpa mempertimbangkan kekhususan, kondisi Papua mungkin sampai 10 tahun ke depan, akan tetap sama. Ujarnya.
“Kabupaten Mimika Timur (Agimuga) dan Kabupaten Mimika Barat (Kokonao) itu menjadi prioritas. Karena punya historical yang kuat. Sementara untuk Distrik Mimika Timur Jauh, Alama, Jila, Jita, Amar, Tembagapura. Mimika Barat Tengah, Kuala Kencana”.
Lanjutnya, Kita sudah dapat dokumen lengkap, dari Bupati yang lalu, kemudian masyarakat, dan hasil kajiannya sudah ada, tinggal didorong untuk lebih maju lagi. Hanya memang saya lihat kebijakan afirmasi belum muncul, entah karena menunggu prosedur, atau tidak didorong untuk lebih maju, akhirnya terhambat. Kita hadir ini, menegaskan yang sudah ada. Kita juga apresiasi sudah jalan begitu jauh, tinggal kita dorong supaya ada kebijakan yang lebih cepat, lebih maju, dengan kebijakan khusus.