Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika melalui Dinas Komunikasi Dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Mimika menggelar Kegiatan Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik, dalam bentuk Dialog Interaktif bersama Dewan Pers dengan tema “Berita Hoaks dan Etika Jurnalistik”. Dialog digelar, di salah satu Hotel Jl Hasanuddin, Timika, Mimika, Papua Barat (14/11/2024).
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kapasitas wartawan atau insan pers, serta mencegah adanya berita hoax di Kabupaten Mimika.
Sekretaris Diskominfo, Manasye Omaleng yang mewakili Pj Bupati Mimika, Valentinus Sudarjanto Sumito dalam sambutannya mengatakan, trend penyebaran berita palsu (HOAKS) semakin meningkat. Tahun 2023 dewan pers pernah mengeluarkan siaran pers yang mengingatkan bahwa di tahun politik, banyak informasi hoaks, tidak akurat, dan direkayasa bermunculan menyasar media.
Karena itu, media wajib meningkatkan kehati – hatian agar tidak berpotensi disusupi informasi hoaks, demi menjaga marwah kemerdekaan pers.
Lanjutnya, kebebasan pers yang ditandai dengan Undang – Undang (UU) Pers No 40 Tahun 1999, bukan hanya mengatur ruang dalam pola melaporkan fakta, namun juga harus mampu menyajikan berita yang akurat, berimbang, dan memihak kebenaran, guna membendung hoaks, terutama Media Sosial (Medsos) yang marak menjelang Pilkada 2024.
Pers, sebagai pilar keempat demokrasi, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menangkal hoaks. Walaupun sudah muncul media sosial, namun kepercayaan dan pengaruh pers sebagai arus utama informasi, tetap tinggi.
“Bagi insan pers, akurasi harus tetap lebih utama dan lebih penting, dibanding kecepatan. Pers Indonesia selain mempunyai tanggung jawab teknis profesional, juga memiliki tanggung jawab sosial kebangsaan”.Ucap Manasye.
Tetap semangat meningkatkan kapasitas, menyajikan informasi sesuai fakta, akurat, cermat, dan berimbang. Serta berperan mengurangi berita hoaks denga mengedepankan etika jurnalistik. Sehingga masyarakat Mimika yang majemuk dapat tetap hidup berdampingan di Tanah Amungsa Bumi Kamoro yang diberkati Tuhan, dan menjadi berkat bagi banyak orang, serta terwujudnya Mimika yang aman, damai, dan sejahtera.
Narasumber dari Tenaga Ahli Dewan Pers, Suprapto Sastro Atmojo dalam pemaparan materinya menjelaskan tentang Undang – Undang (UU) ITE No 11 Tahun 2008 diubah UU No 19 Tahun 2016 tentang penyebaran berita hoaks dengan memberikan contoh kasus ujaran kebencian dengan hukuman 1,6 Tahun.
Ini bukan sedang menakut – nakuti agar kita tidak berani melakukan kritik, dan menyuarakan nilai – nilai kebenaran. Ucapnya. Kritik dan menyuarakan kebenaran itu boleh. Karena salah satu fungsi kita (pers), untuk melakukan kritik kepada orang yang diduga melakukan pelanggaran terkaitan dengan kepentingan publik.
“Jadi, kontrol sosial itu dilakukan, tujuannya adalah untuk kepentingan publik. Kenapa, kerena pers bekerja untuk publik. Segala tindak – tanduk kita, segala hasil karya kita, orientasinya adalah untuk kepentingan publik, dan kesejahteraan publik”.
Tapi itulah idealisme kita, kata Suprapto. Jadi, teman – teman jurnalis kalau tidak memiliki semangat idealisme untuk menegakan kebenaran dan menyuarakan kepentingan publik, ya dipikirkan lagi, mau mencari pekerjaan lain apa.
Lanjutnya, proses tingkatan sebelum masuk pada berita bohong atau hoaks, itu ada yang namanya mis informasi. Mis informasi itu adalah berita keliru yang diyakini sebagai kebenaran, dan disebarkan. Contoh, seperti meletakkan bawang putih pada liang telinga dapat meredakan sakit kepala. Faktanya, belum ada penelitian yang membuktikan penanggulangan penyakit denga metode meletakan bawang putih pada liang telinga.
Hoaks. Hoaks adalah berita bohong, palsu, atau kebohongan yang dibuat – buat dengan tujuan membuat kekacauan. Ucap Suprapto. Hal ini terjadi karena tidak melakukan prinsip – prinsip jurnalistik secara benar, yaitu verifikasi. Jadi, kalau kita menerima informasi atau desas desus, itu harus di verifikasi terlebih dahulu sebelum diberitakan.
“berita itu harus berangkat dari sebuah fakta yang aktual, penting, dan menarik perhatian, bisa diuji kebenarannya, dan harus memiliki unsur 5W + 1H. Bukan dari opini. Dan yang terpenting dari sebuah berita itu, harus memiliki impact, dampak kepada masyarakat”.
Dan untuk menghindari pelanggaran kode etik, jurnalis harus melakukan verifikasi, konfirmasi, dan klarifikasi. Harus cek dan ricek. Pungkasnya.