Dalam rangka pencegahan dan penurunan stunting bagi kelompok masyarakat rentan, Wahana Visi Indonesia (WVI) dalam project PASTI-Papua melakukan pendekatan multifaset, dengan melakukan kegiatan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Kader atau Agen Perubahan Lokal Mimika dan Asmat, pada Kamis (30/01/2025) di salah satu Hotel Jalan Cenderawasih, Mimika, Papua Tengah.
Pendekatan multifaset ini dilakukan melalui komunikasi kelompok dan individual dengan memainkan peran penting dalam mempromosikan perilaku gizi yang positif.
Stunting pada anak mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak Balita (bawah lima tahun), sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan usianya. Hal ini disebabkan karena kekurangan gizi kronis yang terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun.
Dengan demikian, periode 1000 hari pertama kehidupan mendapat perhatian khusus. Karena periode ini menjadi penentu optimalisasi pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan.
Penjabat (Pj) Bupati Mimika Yonathan Demme Tangdilintin yang diwakili oleh Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Mimika Frans Kambu mengatakan, persoalan stunting bukan hanya berkaitan dengan akses pangan bergizi dan akses sanitasi yang baik, tetapi juga berkaitan dengan perilaku masyarakat.
“Hal ini secara khusus berkaitan dengan pola konsumsi makanan bergizi seimbang, hidup bersih dan sehat, serta pola pengasuhan dan stimulas,” terangnya.
Ia juga memberitahukan bahwa komunikasi perubahan perilaku merupakan proses interaktif antar individu dan komunitas, untuk membangun perilaku positif sesuai dengan konteks lokal. Sehingga mampu menyelesaikan permasalahan kesehatan di daerah tersebut.
Lanjutnya, terkait agen perubahan yang akan di libatkan yakni dari tenaga kesehatan, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, dan juga anak-anak remaja.
“Remaja berada di garis depan dalam inovasi dan agen perubahan. Banyak inovasi di kembangkan oleh anak muda. Dari mereka-lah inovasi lahir. Karena mereka masih memiliki semangat, idealisme, dan kreativitas tinggi,” kata Frans.
Selain itu, diungkapkan Frans rendahnya pengetahuan remaja tentang stunting, dan dampak yang ditimbulkan di masa yang akan datang, akan menjadikan remaja tidak peduli akan hal tersebut. Untuk itu, kata Frans, maka remaja perlu di berikan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun kesadaran akan dampak stunting kedepannya.
“Edukasi lebih efektif dilakukan bersama remaja. Yakni dari remaja, dan untuk remaja,” ungkapnya.
Lebih lanjut Ia juga memberitahukan tentang kesetaraan gender berperan dalam memastikan bahwa perempuan, ibu hamil, dan menyusui memiliki akses yang setara terhadap informasi, layanan kesehatan, dan sumber daya yang mendukung kesehatan tentang gizi mereka.
“Ibu yang memiliki pengetahuan dan akses yang baik tentang gizi dan kesehatan, akan lebih mampu merawat anak – anak mereka dengan baik. Yang berkontribusi pada pencegahan stunting,” ungkapnya.
Kesetaraan akses ini, lanjut Frans, juga berlaku untuk laki – laki. Dimana melalui informasi yang sama, peran bapak sebagai suami diharapkan siaga lebih maksimal dalam menjaga dan merawat keluarganya.
Terkait kebutuhan penyandang disabilitas, Frans Kambu mengatakan bahwa penyandang disabilitas sering kali menghadapi hambatan dalam mengakses layanan kesehatan, atau informasi yang dapat membantu mereka menjaga kesehatan, atau informasi yang dapat membantu mereka menjaga kesehatan dan gizi.
“Pendekatan Gender Equality, Disability and Social Inclusion (Gedsi) memastikan bahwa penyandang disabelitas, baik ibu maupun anak, memiliki akses yang sama terhadap program – program pencegahan stunting, seperti layanan kesehatan yang memadai, nutrisi, dan perawatan.
Di akhir sambutannya Frans mengungkapkan bahwa untuk mengatasi ketidaksetaraan sosial dan ekonomi inklusi sosial memastikan bahwa kelompok – kelompok yang terpinggirkan seperti masyarakat adat, atau keluarga dengan kondisi ekonomi lemah, mendapatkan akses yang sama terhadap layanan kesehatan dan gizi yang memadai.
“Upaya mengatasi ketidaksetaraan sosial ini sangat penting. Karena, keluarga yang hidup dalam kemiskinan atau marginalisas, lebih rentan terhadap stunting,” tutupnya.
Dalam kesempatan yang sama, Senior Program Manager Project PASTI-Papua, Julia Cristine Sagala ketika diwawancarai awak media mengatakan, PASTI-Papua merupakan project yang di dukung oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia untuk menangani penurunan angka kasus stunting, dan juga akselerasi pencegahan serta peningkatan status gizi di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, dan Kabupaten Asmat.
Salah satu pendekatan yang dilakukan, disebutkan Julia, adalah mengidentifikasi agen perubahan lokal di kampung – kampung dampingan yaitu, untuk Kabupaten Mimika 10 kampung dan 1 kelurahan. Sementara di Kabupaten Asmat pendampingannya ada 4 kampung.
Lanjut Julia, latar belakang kegiatan pelatihan komunikasi antar personal untuk agen perubahan lokal ini, karena WVI melihat bahwa di level kampung, ada anggaran yang di alokasikan oleh kampung, untuk stunting.
“Kami (WVI) berharap, dengan adanya agen perubahan lokal, mereka bisa menjadi pemonitor. Bagaimana penganggarannya dilakukan. Dan apakah kegitan – kegiatan stunting ini sudah sesuai. Sehingga mereka perlu punya pengetahuan tentang stunting. Bagimana pencegahannya dilakukan. Juga bagamana cara peningkatan status gizinya,” katanya.
Julia berharap, setelah mengikuti pelatihan, mereka (agen perubahan lokal) dapat duduk bersama dengan pemerintah kampung. Dan mereka juga dapat menginformasikan pengetahuan yang mereka miliki.
“Jadi, pelatihan ini berlangsung dari tanggal 30 Januari sampai 02 Februari. Nanti, di Tanggal 02 Februari, akan ada pelatihan praktek di kampung Tipuka. Mereka akan praktek ke masyarakat. Bagaimana teknik komunikasi yang baik untuk mereka dapatkan,” jelasnya.
Selanjutnya, kata Julia, setelah pelatihan ini, WVI juga akan tetap mendampingi mereka (agen perubahan lokal) ini. Agar kami juga dapat mengetahui kendala apa yang mereka temui di lapangan saat melakukan komunikasi, advokasi dan lainnya.
Pelatihan ini juga sebenarnya berkorelasi dengan beberapa kegiatan yang PASTI- Papua telah lakukan beberapa waktu lalu. Yaitu menyusun strategi komunikasi perubahan perilaku stunting untuk Kabupatrn Mimika.
“Kami (PASTI-Papua) sudah melakukan tiga sesi. Dan saat ini akan mendiskusikan dengan Pemerintah Daerah, juga multi stakeholder terkait strategi komunikasi perubahan perilaku stunting . Agar strategi yang di buat menggunakan konteks lokal. Dan juga pesan – pesan yang ditampilkan, mengangkat tantangan – tantangan di lapangan, sesuai dengan yang ada di Kabupaten Mimika.
Lebih lanjut Julia juga menjelaskan bahwa dalam penanganan stunting, komunikasi dengan masyarakat juga menjadi salah satu faktor yang sangat penting. Karena pada dasarnya pencegahan lebih baik dari pada pengobatan.
Namun dijelaskan Julia, jikalau komunikasi kesehatanya belum tersampaikan dengan baik di masyarakat, boleh jadi hasil yang diinginkan tidak akan maksimal. Contoh, bisa saja tenaga kesehatan memberikan informasi kepada masyarakat dengan menggunakan istilah kesehatan, sedangkan masyarakat menginginkan penyampaian yang sederhana dan mudah dimengerti.
“Jadi memang di butuhkan komunikasi yang efektif, dan dapat dipercaya. Yaitu melalui agen perubahan lokal dari masyarakat yang tinggal di tempat itu,” pungkasnya.