Warga Distrik Mimika Barat Tengah kembali menyuarakan kebutuhan mendesak akan penerangan di kampung-kampung mereka. Hingga kini, sebagian besar wilayah di distrik tersebut masih belum teraliri listrik secara memadai, membuat aktivitas masyarakat terhambat, terutama di malam hari.
Kepala suku kampung Uta, Klemens Ipiyaya kepada wartawan di Uta, Sabtu (21/06/2025) mengatakan masyarakat kampung pernah dengar ada program Papua Terang. Namun kenyataanya di wilayah pesisir dan pegunungan belum menikmati penerangan itu. Distrik Mimika Barat Tengah pada umumnya dan kampung Uta pada khususnya sama sekali tidak menikmati penerangan. Karena listrik menyala hanya tiga jam saja yaitu pukul 18.00 WIT – 21.00 WIT. Sebelumnya enam jam, namun hanya tiba-tiba berubah jadi tiga jam.
“Penerangan hanya 3 jam ini sama saja untuk apa. Kami dengar ada program Papua Terang tapi kami di kampung-kampung ini tidak menikmati penerangan itu padahal kami orang Papua. Kalau terang hanya 3 jam itu bukan Papua terang tapi tetap Papua gelap,” tegasnya.
Klemens menambahkan penerangan di kampung Uta menggunakan PLTS. Namun PLTS ini untuk apa kalau hanya tiga jam saja, bukan enam jam.
“Kenapa tidak bisa sampai 12 jam? Karena kalau tiga jam masak nasi di rice cooker mungkin belum masak, lampu su mati. Es batu belum keras lampu sudah mati, anak baru mo belajar lampu su mati. Setidaknya 6 jam itu lumayan, kalau tiga jam sangat tidak maksimal,” tambah Kelly yang juga tokoh masyarakat.
Kelly juga mengucapkan terimakasih kepada Bupati Johannes Rettob dan Wabup Emanuel Kemong yang punya visi dan misi membagun dari kampung ke kota. Dirinya berharap, pemerintah bisa bantu masyarakat untuk menikmati penerangan seperti di wilayah kota.
“Kami ingin menikmati penerangan. Anak-anak mau belajar juga tidak efektif dengan penerangan 3 jam ini. Yang punya uang bisa beli genset dan solar untuk penerangan, tapi yang tidak punya genset menikmati kegelapan sampai pagi. Kami kecewa dengan kondisi ini. Karena bukan baru 1-2 bulan tapi sudah bertahun-tahun,” tutup Kelly.
Sementara itu, Kepala Distrik Mimika Barat Tengah Lukas Muyapa melalui Sekretaris Distrik, Melky Sedek Snay mengakui kebutuhan listrik merupakan prioritas utama yang telah diusulkan ke pemerintah kabupaten. Ia berharap adanya program elektrifikasi desa dari PLN atau kerja sama dengan pihak swasta untuk menghadirkan listrik tenaga surya sebagai solusi jangka menengah.
Menurut Melky penerangan di Distrik Mimika Barat Tengah awalnya enam jam, namun kini hanya tiga jam.
Terkait program Papua Terang yang dihadirkan oleh PLN, diharapkan ada perbaikan dan peningkatan dari awal 6 jam yaitu pukul 18.00 Wit hingga 24.00 WIT, kini turun menjadi tiga jam.
“Kami berharap ada perbaikan, sehingga dari waktu ke waktu tidak tiga sampai enam jam, tetapi bisa 12 jam kembali. Artinya sepanjang malam masyarakat bisa menikmati penerangan,” harap Melky.
Kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan menjadi keluhan utama warga.
“Kami hidup dalam gelap setiap malam. Anak-anak sulit belajar, dan kegiatan ekonomi masyarakat tidak bisa berkembang,” ungkap Martinus, salah satu tokoh pemuda di Kampung Mupuruka, Sabtu (21/06/2025).
Beberapa kampung juga mengandalkan lampu minyak tanah atau genset yang hanya bisa dihidupkan beberapa jam sehari karena keterbatasan bahan bakar.
Martinus berharap pemerintah daerah, khususnya PT PLN di Mimika, Papua Tengah segera turun tangan memberikan solusi konkret.
“Kami tidak minta macam-macam. Kami hanya ingin hidup seperti saudara-saudara kami di tempat lain yang sudah terang,” tambah Martinus.